CINTA
Karya: I Kadek Ery Pradana
Namaku
Pandu Pradana, umur 18 tahun dan sekarang masih mengenyam pendidikan di salah
satu SMA favorit di kotaku. Aku tinggal di asrama yang telah disediakan oleh
sekolah. Meski kondisinya kurang dari kata mewah, tapi harga sewanya murah,
cukup untuk korupsi uang kos yang diberikan oleh orangtuaku. Di sekolah aku
termasuk siswa biasa-biasa saja. Tak terlalu pintar, tapi tak terlalu bodoh
juga. Tapi kalau urusan cinta, aku sangat kurang. Terbukti dengan gelar
president jomblo yang diberikan oleh teman-temanku.Pagi
ini, masih seperti hari sebelumnya. Dimana aku masih menjadi Pandu yang normal.
Masih bangun jam 5 pagi, jogging dan tak lupa pipis pada tempatnya. Sambil
memasukkan jari telunjuk ke lubang hidung, yaitu sebuah kegiatan bernama ngupil,
aku berjalan ke kamar mandi. Dengan handuk menggantung dileher dan sebuah
gayung ditangan, aku mengantri mandi bersama penghuni asrama lain. Guyuran
shower kamar mandi asrama membuat tubuhku terasa sangat segar.
Setelah memakai seragam, aku berangkat ke sekolah. Jarak antara asrama dan sekolahku lumayan dekat, dengan motor tuaku cukup 10 menit untuk sampai di sekolah.
Seperti biasa, sebelum ke kelas, aku sempatkan diriku untuk mampir ke kantin Bu Nyoman terlebih dahulu. Seperti biasa, aku menambah pundi-pundi bonanku di kantin. Sepiring nasi kuning lengkap dengan telur gorengnya, disertai teh hangat siap di depan mataku. Belum pada suapan pertama, tiba tiba ada suara cewek dari belakang mengagetkanku. “Kak Pandu, bella boleh ikut gabung?”. Dengan sigap kepalaku muter 180 derajat layaknya burung hantu. Ternyata dia adalah Bella, adik kelas sekaligus sekretaris OSIS disekolahku. Akupun hanya menganggukan kepalaku, seperti orang bodoh. Wah, mimpi apa aku semalam bisa sarapan bareng dengannya.
Bella merupakan adik kelasku. Ia termasuk anak yang cerdas. Apalagi ditambah sepasang lesung dipipinya, menambah kecantikan wajahnya. Kemampuannya di bidang tari dan seni suara tidak diragukan lagi. Inilah yang membuat ia banyak digemari siswa cowok di sekolah, terutama kakak kelas. Hampir setiap hari ia mendapat bunga dan cokelat dari penggemarnya. Kalau aku jadi Bella sih, aku jual semua barang-barang itu untuk bayar cicilan dan sewa asrama.
Setelah selesai makan, Bella mengajakku ke kelas berbarengan. Kebetulan kelasku dan kelasnya berseberangan. Sebagai jomblo akut, akupun mau-mau saja, lumayan sebagai latihan jika punya pacar nanti. Sepanjang koridor sekolah, tatapan-tatapan aneh tertuju pada kami. Dasar netizen semprul, cuma jalan berdua saja, tatapannya sampai segitunya. Ya biarlah, asal mereka bahagia.
“Kak, adek boleh nanya?” Tanya Bella
“Boleh, Kenapa dek?”Jawabku dengan PD
“Hobby kakak apa?”
“Baca buku dek” Jawabku ngasal.
“ Oh, kalo gitu, gimana kalau nanti kita ke toko buku kak? Banyak novel dan buku baru lo! ”
Mati aku, uang tinggal sedikit, bensin mau habis, gak suka baca, malah diajak ke toko buku. Kualat!
“Ke toko buku sama kakak? Naik motor tua kakak? Jangan deh dik, debuan nanti” kataku agar ia membatalkan rencananya.
“Gak papa kok kak, adek biasa kok.”Akupun gak bisa membantah lagi, cukup angguksan lesu yang kuberikan.
“Yeiii!!! Nanti adek tunggu depan gerbang sekolah ya kak, “ Katanya girang.
Sepulang sekolah, akupun mengantarnya ke toko buku. Di luar dugaanku, Bella ternyata bukan anak yang sombong dan gengsian, meski ia termasuk cewek popular di sekolah, ia gak malu kubonceng dengan motor tuaku. Banyak sekali yang ia cerita sepanjang perjalanan. Mulai dari cerita masa kecilnya, hingga tentang keluarganya. Setelah selesai dari toko buku, aku mengantar Bella sampai didepan rumahnya. Itulah, awal kedekatanku dengan Bella.
Hari demi hari hubunganku dengannya semakin dekat. Hingga pada suatu titik, kami berada pada masa terindah, yaitu jadian. Minggu pertama kami dalam status pacaran, adalah masa-masa indah dalam hubungan kami. Makan berdua, jalan berdua hingga ngupil pun kami lakukan bersama. Dan disinilah aku sadar, pacaran ternyata punya keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah aku jadi lebih rajin mandi sementara kerugiannya adalah uangku habis untuk malam mingguan.
Tak berlangsung lama, ternyata pacaran itu seperti hukum gossen, lama-lama keinginan berubah menjadi kejenuhan. Disinilah kami mulai jarang berkomunikasi. Ia selalu sibuk dengan kegiatan organisasinya dan aku sibuk untuk mempersiapkan ujian dan tes PTN. Tepat sebulan setelah kami jadian, aku sudah tak bisa lagi menghubunginya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah aku mendatangi rumahnya. Namun rumahnya kosong, semua tetangganya tak tahu Bella dan keluarganya pergi kemana.Akupun memutuskan mendatangi Novi, teman dekat Bella. Aku menanyakan keberadaan Bella ke Novi.
“Adek juga gak tahu kak, tapi kemarin Bella nitip surat ini untuk kakak.” Kata Novi. Akupun mengambil surat tersebut, dan pamit pulang.
Sampai di asrama, aku buka amplop surat itu. Bagai tersambar petir, aku tak kuat menerima kenyataan ini.
Kak Pandu,,,
Adik mau ngucapin terimakasih, atas apa yang kakak berikan selama ini
Meski baru beberapa minggu jadian, adek sangat senang kak.
Namun, apa daya adek harus pergi.
Adek tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi.
Biarlah kisah itu menjadi kenangan kita semata.
Terkubur dalam labirin hati, meski menyiksa.
Dibawa angin, terbang ke cakrawala.
Bella
Seketika hatiku sakit bagai disayat oleh sebilah belati. Tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai petir yang menyambar bergiliran. Sangat mendukung suasana hatiku saat ini. Aku berlutut menangis tersedu-sedu.
Waaaassshhhhhh…
Kepalaku basah, kucoba membuka mata, tampak wanita setengah baya berkacak pinggang membawa gayung di samping tempat tidurku. Ternyata ibuku menyiramku. Dan itu semua ternyata hanya mimpi semata.
“Jam setengah tujuh masih tidur? ini hari senin Panduuuuuuuuuuu.” Teriak ibuku seperti kapten bajak laut. Ah,, sialan, semua itu hanya mimpi. Dasar jomblo, sampai mimpipun masih dapat peran jomblo.
Setelah memakai seragam, aku berangkat ke sekolah. Jarak antara asrama dan sekolahku lumayan dekat, dengan motor tuaku cukup 10 menit untuk sampai di sekolah.
Seperti biasa, sebelum ke kelas, aku sempatkan diriku untuk mampir ke kantin Bu Nyoman terlebih dahulu. Seperti biasa, aku menambah pundi-pundi bonanku di kantin. Sepiring nasi kuning lengkap dengan telur gorengnya, disertai teh hangat siap di depan mataku. Belum pada suapan pertama, tiba tiba ada suara cewek dari belakang mengagetkanku. “Kak Pandu, bella boleh ikut gabung?”. Dengan sigap kepalaku muter 180 derajat layaknya burung hantu. Ternyata dia adalah Bella, adik kelas sekaligus sekretaris OSIS disekolahku. Akupun hanya menganggukan kepalaku, seperti orang bodoh. Wah, mimpi apa aku semalam bisa sarapan bareng dengannya.
Bella merupakan adik kelasku. Ia termasuk anak yang cerdas. Apalagi ditambah sepasang lesung dipipinya, menambah kecantikan wajahnya. Kemampuannya di bidang tari dan seni suara tidak diragukan lagi. Inilah yang membuat ia banyak digemari siswa cowok di sekolah, terutama kakak kelas. Hampir setiap hari ia mendapat bunga dan cokelat dari penggemarnya. Kalau aku jadi Bella sih, aku jual semua barang-barang itu untuk bayar cicilan dan sewa asrama.
Setelah selesai makan, Bella mengajakku ke kelas berbarengan. Kebetulan kelasku dan kelasnya berseberangan. Sebagai jomblo akut, akupun mau-mau saja, lumayan sebagai latihan jika punya pacar nanti. Sepanjang koridor sekolah, tatapan-tatapan aneh tertuju pada kami. Dasar netizen semprul, cuma jalan berdua saja, tatapannya sampai segitunya. Ya biarlah, asal mereka bahagia.
“Kak, adek boleh nanya?” Tanya Bella
“Boleh, Kenapa dek?”Jawabku dengan PD
“Hobby kakak apa?”
“Baca buku dek” Jawabku ngasal.
“ Oh, kalo gitu, gimana kalau nanti kita ke toko buku kak? Banyak novel dan buku baru lo! ”
Mati aku, uang tinggal sedikit, bensin mau habis, gak suka baca, malah diajak ke toko buku. Kualat!
“Ke toko buku sama kakak? Naik motor tua kakak? Jangan deh dik, debuan nanti” kataku agar ia membatalkan rencananya.
“Gak papa kok kak, adek biasa kok.”Akupun gak bisa membantah lagi, cukup angguksan lesu yang kuberikan.
“Yeiii!!! Nanti adek tunggu depan gerbang sekolah ya kak, “ Katanya girang.
Sepulang sekolah, akupun mengantarnya ke toko buku. Di luar dugaanku, Bella ternyata bukan anak yang sombong dan gengsian, meski ia termasuk cewek popular di sekolah, ia gak malu kubonceng dengan motor tuaku. Banyak sekali yang ia cerita sepanjang perjalanan. Mulai dari cerita masa kecilnya, hingga tentang keluarganya. Setelah selesai dari toko buku, aku mengantar Bella sampai didepan rumahnya. Itulah, awal kedekatanku dengan Bella.
Hari demi hari hubunganku dengannya semakin dekat. Hingga pada suatu titik, kami berada pada masa terindah, yaitu jadian. Minggu pertama kami dalam status pacaran, adalah masa-masa indah dalam hubungan kami. Makan berdua, jalan berdua hingga ngupil pun kami lakukan bersama. Dan disinilah aku sadar, pacaran ternyata punya keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah aku jadi lebih rajin mandi sementara kerugiannya adalah uangku habis untuk malam mingguan.
Tak berlangsung lama, ternyata pacaran itu seperti hukum gossen, lama-lama keinginan berubah menjadi kejenuhan. Disinilah kami mulai jarang berkomunikasi. Ia selalu sibuk dengan kegiatan organisasinya dan aku sibuk untuk mempersiapkan ujian dan tes PTN. Tepat sebulan setelah kami jadian, aku sudah tak bisa lagi menghubunginya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah aku mendatangi rumahnya. Namun rumahnya kosong, semua tetangganya tak tahu Bella dan keluarganya pergi kemana.Akupun memutuskan mendatangi Novi, teman dekat Bella. Aku menanyakan keberadaan Bella ke Novi.
“Adek juga gak tahu kak, tapi kemarin Bella nitip surat ini untuk kakak.” Kata Novi. Akupun mengambil surat tersebut, dan pamit pulang.
Sampai di asrama, aku buka amplop surat itu. Bagai tersambar petir, aku tak kuat menerima kenyataan ini.
Kak Pandu,,,
Adik mau ngucapin terimakasih, atas apa yang kakak berikan selama ini
Meski baru beberapa minggu jadian, adek sangat senang kak.
Namun, apa daya adek harus pergi.
Adek tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi.
Biarlah kisah itu menjadi kenangan kita semata.
Terkubur dalam labirin hati, meski menyiksa.
Dibawa angin, terbang ke cakrawala.
Bella
Seketika hatiku sakit bagai disayat oleh sebilah belati. Tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai petir yang menyambar bergiliran. Sangat mendukung suasana hatiku saat ini. Aku berlutut menangis tersedu-sedu.
Waaaassshhhhhh…
Kepalaku basah, kucoba membuka mata, tampak wanita setengah baya berkacak pinggang membawa gayung di samping tempat tidurku. Ternyata ibuku menyiramku. Dan itu semua ternyata hanya mimpi semata.
“Jam setengah tujuh masih tidur? ini hari senin Panduuuuuuuuuuu.” Teriak ibuku seperti kapten bajak laut. Ah,, sialan, semua itu hanya mimpi. Dasar jomblo, sampai mimpipun masih dapat peran jomblo.
-Tamat-